Revitalisasi Tri Gatra untuk Perangi Terorisme

Untuk melumpuhkan Tindakan terorisme, selain mengawal proses penegakan hukumnya, pemerintah perlu merevitalisasi keterhubungan linear antara tiga pilar penting dalam memberantas terorisme, yakni polisi, tokoh agama dan masyarakat. Kesungguhan polri dalam mengungkap jaringan terorisme, misalnya, tidak boleh digembosi oleh isu pelanggaran HAM. Sebab isu ini justru menjadi tameng bagi pekaku teror untuk berlindung diri. Yakinlah bahwa polisi tidak akan sembarangan dalam menjalankan tugasnya karena terikat standar operasional prosedur.

Terorisme adalah persoalan serius dunia yang membahayakan.  Wajar saja jika polisi kerap menembak pelaku teror karena ketika penggerebekan terdesak dan membahayakan keselamatan masyarakat sekitar. Johan Galtung (1988) mengatakan bahwa kepentingan kelompok tertentu (baca: teroris) adakalanya boleh dikorbankan demi menghindarkan bahaya yang lebih besar. Artinya, kekerasan fungsional terhadap teroris pada batas-batas tertentu dianggap perlu demi memutus urat nadi terorisme yang membahayakan. Karena itulah masyarakat diharapkan melihat secara proporsional kinerja Polri untuk tidak sekadar memikirkan hak-hak pelaku teror dan keluarganya. Penderitaan para keluarga korban bom yang kehilangan suami, anak, istri, sumber nafkah dan semangat hidup juga harus diperhitungkan.

Masyarakat sebagai bagian dari pilar pemberantasan terorisme juga harus ditingkatkan perannya. Sistem kemanan keliling yang pernah berlaku di era Orde Baru perlu dikembangkan dengan memperketat pengawasan warga dari tingkat bawah. Jika ada warga yang mencurigakan gerak-geriknya segera laporkan kepada pihak berwajib.

Sisi lain dari gejala terorisme erat kaitannya dengan pendangkalan agama. Anak muda baru belajar agama namun sudah menggebu-gebu untuk berjihad dengan cara keliru. Seolah agama itu identik dengan perang. Sehingga paradigma jihad dalam agama selalu final di genangan darah kekerasan. Pemaknaan yang simplistis ini jika tidak diluruskan  akan melahirkan kekerasan dalam agama. Di sinilah tugas tokoh agama untuk memberikan pemahaman yang benar tentang pesan profetis agama.

Tugas pokok tokoh agama adalah mewartakan kepada pemeluknya agar pemahaman jihad dalam agama tidak dibajak oleh arogansi kelompok teroris.  Pesantren sebagai basis pendidikan agama menjadi mercusuar lahirnya manusia inklusif dan berwawasan multikultural. Sehingga nantinya mampu meletakkan konsep jihad dalam konteks kebangsaan secara benar. Bahwa musuh bersama yang harus diberantas bukanlah orang yang berlainan keyakinan agama, ras maupun golongan, melainkan kemiskinan, kebodohan dan penyakit korupsi.

No comments

Powered by Blogger.