MAU HIDUP DAMAI? TOLAK DAN LAWAN INTOLERANSI, RADIKALISME DAN TERORISME!

Humas Polres Mitra - Dewasa ini, kita sering menjumpai banyaknya konten di media sosial yang bermuatan ujaran kebencian, dan hoax yang memprovokasi masyarakat dan menimbulkan gesekan-gesekan yang menjadi potensi perpecahan ditengah – tengah masyarakat. Apalagi konten yang berkaitan dengan isu dan ancaman Intoleransi, radikalisme dan terorisme.

Polres Mitra telah melakukan pembinaan kamtibmas sebagai salah satu bagian tugas Polri yang menjadi program unggulan dalam upaya pemeliharaan kamtibmas, pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat sehingga potensi – potensi perpecahan di masyarakat tersebut dapat dicegah. Namun semua itu sia – sia tanpa peran serta aktif masyarakat. Dalam pembinaan kamtibmas, masyarakat diharapkan dapat menjadi mitra Polri dalam menciptakan kondisi aman dan tertib, dan dengan tegas menolak Intoleransi, radikalisme dan terorisme.

Tujuannya tentu saja supaya kita cepat mendeteksi gejala yang dapat menimbulkan konflik sosial di masyarakat dan mampu mendapatkan solusi untuk mengantisipasi permasalahan serta mampu memelihara keamanan dan ketertiban di lingkungan masyarakat itu sendiri.

Masyarakat akan mudah terbelah dan menimbulkan konflik sosial yang dipicu dari permasalahan yang berkaitan dengan Intoleransi, radikalisme dan terorisme.

Upaya pembinaan Kamtibmas kepada masyarakat dimaksudkan agar masyarakat turut serta membantu tugas Kepolisian yang ingin menangkal Intoleransi, radikalisme dan terorisme di dalam masyarakat.

Kriminolog dan Dosen PTIK Brigjen Pol Dr Chryshnanda Dwi Laksana pernah mengatakan, Indonesia adalah masyarakat majemuk dengan ragam budaya. Menjaga keteraturan sosial harus dilakukan. Paling penting adanya jalinan komunikasi. Jadi, kalau ada masalah ada tempat untuk bersandar. Dalam kehidupan bermasyarakat, sangat rentan terjadinya konflik sosial karena perbedaan cara pandang, perbedaan dukungan politik, suku, agama, ras dan adat istiadat. Lemahnya kontrol akan hal itu menurutnya bisa menimbulkan munculnya sikap intoleransi yang bisa menjadi akar terjadinya kejahatan-kejahatan lain.

Intoleran ini bisa disebabkan oleh luka batin atau kekecewaan sosial yang tidak tertangani atau karena terabaikan oleh institusi-institusi penyelenggara negara. Mereka akhirnya mencari penyaluran, legitimasi pada golongan-golongan primordial. Disitu tidak lagi rasional, melainkan lebih pada emosional dan spiritual.

Selanjutnya, bisa disebabkan pula oleh keterbatasan pengetahuan, kemiskinan atau oleh sistem-sistem yang sarat akan KKN sehingga kelompok-kelompok yang sakit hati yang tidak mampu bersaing aman mencari pelarian ke preman.

Intoleransi pada gilirannya akan menimbulkan kebencian hingga rasa saling tidak percaya, saling menyalahkan, membenturkan antara baik dan buruk, benar dan salah atau yang suci dengan dosa.

“Apabila kebencian sudah memuncak, apapun yang dilakukan kelompok lawan dianggap salah, dianggap harus dilibas bahkan mungkin boleh dimatikan. Puncaknya, nanti ada hate spech atau hate crime yang itu pada dasarnya adalah konflik.”

“Yang perlu ditekankan. Dalam memerangi potensi-potensi konflik dari hate spech maupun hate crime tidak boleh ada labeling. Polisi di sini sebagai representatif negara yang harus melakukan tindakan proaktif, problem solving, kemitraan dan pencegahan terhadap potensi-potensi terjadinya intoleransi,” paparnya.

Namun, lebih dari itu, kunci penanganan konflik, intoleransi dan radikalisme adalah dengan menjadi bangsa yang kuat, cerdas dan memiliki jati diri serta tidak mudah diprovokasi atau dibodohi dengan dalih apapun.

Intoleransi, radikalisme dan terorisme adalah musuh kita bersama!

Mari bersama kita lawan.


  (zackh nts) 

No comments

Powered by Blogger.